Minggu, 05 Mei 2013

Keutamaan Ahli Ilmu


Seorang ulama besar di kalangan tabi’in sekaligus muhaddits bernama Imam Ayub Kaysan as-Sakhtiyani al-Bashri (w 131 H), sebagaimana pernah dituturkan oleh muridnya, Hammad bin Zaid mengisahkan, suatu saat pernah ditanya, “Ilmu hari ini lebih banyak atau lebih sedikit?” Ia menjawab,  “Hari ini obrolan lebih banyak! Adapun sebelum sebelum hari ini, ilmu lebih banyak.” (Al-Hafidz al-Fasawi, Al-Ma’rifah wa at-Tarikh, II/232).
Jika pada masa tabi’in saja Imam Ayub menilai bahwa obrolan lebih banyak daripada ilmu, bagaimana dengan zaman ini? Jawabannya sudah sama-sama diketahui hanya dengan melihat realitas keseharian saat ini. Hari ini, misalnya, majelis-majelis ilmu selalu lebih sedikit daripada ‘majelis-majelis’ hiburan dan permainan, warung-warung kopi sekaligus tempat-tempat ngerumpi, tempat-tempat nongkrong di pinggir-pinggir jalan atau di mal-mal, dll. Orang-orang yang hadir di majelis-majelis ilmu pun selalu lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang hadir di tempat-tempat keramaian lainnya, seperti di panggung-panggung hiburan yang menampilkan para musisi dan artis idola. Wajarlah jika pada hari ini jumlah umat Islam yang awam atau bodoh terhadap agamanya selalu jauh lebih banyak daripada orang-orang alimnya. Padahal kebanyakan mereka tahu bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim, sama seperti kewajiban individual lainnya seperti shalat, shaum Ramadhan, dll. Nabi Muhammad SAW  bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim." (HR  Ibnu  Majah dari Anas ra).

Kamis, 02 Mei 2013

Sistem Ujian Nasional Vs Sistem Ujian Pendidikan Khilafah


Tanggal 2 Mei  adalah hari pendidikan Nasional. Sekarang bangsa Indonesia sudah memasuki tahun 2013, berarti bangsa ini sudah ”merdeka” selama  68 tahun. Tentu kita patut bertanya, apa kabar dunia pendidikan Indonesia?  Sudahkah dunia pendidikan memberikan kontribusi SDM unggul yang mampu menjadikan bangsa Indonesia maju?.
Berhasilnya  pendidikan suatu bangsa menjadikan bangsa itu bangkit untuk mencapai kemajuan. Sebaliknya mundurnya suatu bangsa karena gagalnya pendidikan, untuk membangkitkannya melalui pemikiran. Jika di perhatikan bangsa- bangsa di dunia ini tidak ada yang hancur karena kemiskinanya. Akan tetapi hancurnya bangsa, karena bangsa itu tidak berhasil menjadikan  pemikiran sebagai pijakan kebangkitan karena  gagalnya pendidikan.  Karena pemikiran manusia rusak, maka  kerusakan terjadi di seluruh aspek kehidupan.

Selasa, 12 Februari 2013

Kurikulum Pendidikan Khilafah: Solusi Tuntas Dekadensi Moral


Oleh: Rini Syafri
(Lajnah Mashlahiyah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)

Sejumlah fakta menunjukkan dekadensi moral (kemerosotan akhlak) yang melanda generasi bangsa ini sudah pada tingkat mengkhawatirkan. Hedonis,permissive, pragmatisme, materialisme yang merupakan nilai-nilai ideologi sekuler kapitalisme  begitu nyata mencelupi kesucian jiwa dan kecerdasan generasi.  Seks bebas, tawuran dan narkoba kian marak dikalangan pelajar.  Karenanya pemerintah berkebijakan menambah jam mata pelajaran pendidikan agama pada kurikulum 2013.  Hal ini sebagaimana ditegaskan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Dirjen Pendis Kemenag) Nur Syam, yang diberitakan jpnn.com., 26 Januari 2013 yang lalu.  Yaitu bahwa semangat penambahan jam pelajaran pendidikan agama pada kurikulum baru itu adalah untuk memperbaiki moral bangsa.

Dekadensi Moral Petaka Kurikulum Sistem Politik Demokrasi
Sebagai pelindung dan pelayan masyarakat sudah semestinya pemerintah berupaya secara serius mengatasi persoalan dekadensi moral, karena nyata-nyata mengakibat berbagai kemudharatan.  Yaitu di antaranya melalui kebijakan penerapan kurikulum pendidikan yang benar (Islam).  Karena jika tidak, maka yang terjadi adalah kaum terpelajar yang  berpola fakir dan berpola sikap sekuler, sekalipun ia seorang muslim.